CIRI-CIRI INSAN KAMIL

PENULISAN OLEH : 
RADEN MAS PRABHU GUSTI AGUNG KI ASMORO WIJOYO 
(RMPGAKAW) 
31 OKTOBER 2018


CIRI-CIRI INSAN KAMIL menurut pandangan dan tafsiran agama


Untuk mengetahui ciri-ciri Insan Kamil dapat ditelusuri pada berbagai pendapat yang dikemukakan para ulama yang keilmuannya sudah diakui, termasuk di dalamnya aliran-aliran. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:


1. Berfungsi Akalnya Secara Optimal
 
Fungsi akal secara optimal dan diaras inteligen yang tinggi, tidak ditundukkan oleh nafsu seperti manusia yang fikirannya hanya diikat nafsu sahaja. Akalnya berfungsi secara optimal dapat memahami bahawa segala perbuatan baik seperti adil, jujur, berakhlak sesuai dengan esensinya dan merasa wajib melakukan hal semua itu walaupun tidak diperintahkan oleh agama. Insan Kamil yang berfungsi akalnya sudah merasa wajib melakukan perbuatan yang baik. Dan manusia yang bersifat demikianlah yang mampu dan dapat mendekati tingkatan fikiran insan kamil ini. Dengan demikian insan kamil akalnya dapat mengenali perbuatan yang baik dan perbuatan buruk  bukan atas hukum agama manusia tetapi nalurinya yang membawa sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.


2. Berfungsi Intuisinya
 
Insan Kamil dapat juga dicirikan dengan berfungsinya intuisi yang ada dalam dirinya. Intuisi ini dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia (rasional soul). Menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah jiwa manusianya, maka orang itu hampir menyerupai malaikat dan mendekati kesempurnaan. Inilah Insan Kamil bukannya manusia biasa yang rasionalnya hanya kepentingan dirinya sendiri dan memenuhi kehendak nafsu syahwatnya sahaja. Intuisi Insan Kamil di atas kapasiti ruhnya dan bukan nafs seperti manusia biasa. Dia melihat dengan kasih sayang Tuhan sementara manusia atas kasih sayang nafsunya sahaja. Intuisi ini adalah jauh berbeza dengan manusia atau makhluk yang ada.


3. Mampu Menciptakan Budaya
 
Sebagai bentuk pengamalan dari berbagai potensi yang terdapat pada dirinya sebagai insan, manusia yang sempurna adalah manusia yang mampu mendaya-gunakan seluruh potensi rohaniahnya iaitu inteligen dan hatinya secara optimal. Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berfikir. Sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berfikirnya itu, manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini melahirkan peradaban namun peradaban manusia hanya berlegar sekitar nafsunya sahaja termasuk penciptaan agama yang ada semua itu berdasarkan elemen nafsunya sahaja tiada ternampak cahaya keuniversalan. Insan Kamil mencipta budaya yang bertunggakkan kasih sayang sesama insan, menegakkan kebenaran untuk semua bukan satu-satu pihak sahaja. Ketinggian nilai budaya dan tamadun yang dicipta oleh Insan Kamil amat beza dengan peradaban manusia biasa kerana ilmunya tinggi dan berteknologi tinggj serta etika dan moral yang universal bukan atas sifat perkauman dan perbezaan agama tetapi kasih sayang sesama manusia.


4. Menghiasi Diri Dengan Sifat-Sifat Ketuhanan
 
Insan Kamil merupakan makhluk yang mempunyai naluri ketuhanan  Ia cenderung kepada hal-hal yang berasal dari Tuhan, dan mengimaninya, bukan yang di sarankan oleh agama yang lebih memihak kepada kepuasan nafsu manusia. Sifat-sifat tersebut membuat ia menjadi wakil Tuhan di muka bumi. Manusia seabagai khalifah yang demikian itu merupakan gambaran ideal iaitu sebagai manusia yang berusaha menentukan nasibnya sendiri, baik sebagai kelompok masyarakat maupun sebagai individu. Iaitu *manusia yang memiliki tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya kehendak yang bebas dari ikatan kefahaman dan kehidupan manusia tetapi sesuatu yang lebih universal.


5. Berakhlak Mulia
 
Insan kamil juga adalah manusia yang berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahawa manusia yang sempurna memiliki tiga aspek, yakni aspek kebenaran yang universal, kebajikan sesama manusia dan keindahan berkasih sayang. Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika dan seni. Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan dan kreativitas. Manusia yang ideal ini adalah manusia yang memiliki otak yang briliant sekaligus memiliki kelembutan hati. Insan Kamil dengan kemampuan otaknya mampu menciptakan peradaban yang tinggi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,  juga memiliki kedalaman perasaan terhadap segala sesuatu yang menyebabkan penderitaan, kemiskinan, kebodohan, dan kelemahan.


6. Berjiwa Seimbang
 
Tidak di warnai oleh nafsu dan tidak memihak kepada satu-satu agama atau kaum tetapi universal, tidak akan membawa sikap berat sebelah, tidak melihat dari amalnya sahaja tetapi adalah hatinya. Hanya bersandarkan kasih sayang sesama insan bukan sesama agama kerana itu berat sebelah dan amat egoistik orangnya, merasa hanya mereka sahaja yang Tuhan muliakan sementara yang lain terhukum untuk ke penjara neraka tanpa sebarang kompromi.


Tetapi kebanyakan dari mereka lupa akan sifat yang hakiki tadi. Manusia  mengabaikan perasaannya yang paling mendasar, yang bersifat ruhiyah, sehingga mereka tidak akan mendapatkan ketentraman batin, yang berarti tidak hanya keseimbangan diri, terlebih lagi bila tekanannya pada keperluan agama dan materi yang kian meningkat, maka keseimbangan akan semakin merusak akal fikiran dan jiwanya kerana keegoan yang sudah melanggar fitrah Tuhan iaitu sifat kasih sayang Tuhan itu sendiri sepatutnya dijadikan landasan berkehidupan sesama manusia.


Cerita tersebut mengisyaratkan tentang perlunya sikap seimbang dalam kehidupan, iaitu seimbang antara kemanusiaan dan keagamaan yang terlalu radikal, tiada keseimbangan spiritual atau ruhiyah. Ini berarti perlunya ditanamkan jiwa kasih sayang  yang kini telah melahirkan kebencian sesama manusia dengan pengamalan agama yang tiada hakikat Tuhan itu hanya doktrin agama yang kosong sahaja tiada isi kasih sayang hanya sesama agamanya sahaja. Ini tiada seimbang dengan sifat Tuhan.


KEDUDUKAN INSAN KAMIL
 
Insan kamil jika dilihat dari segi fisik biologisnya tidak berbeda dengan manusia lainnya. Namun dari segi mental spiritual ia memiliki kualitas-kualitas yang jauh lebih tinggi dan sempurna dibanding manusia lain. Karena kualitas dan kesempurnaan itulah Tuhan menjadikan insan kamil sebagai khalifah-Nya. Yang dimaksud dengan khalifah bukan semata-mata jabatan pemerintahan lahir dalam suatu wilayah negara tetapi lebih dikhususkan pada khalifah sebagai wakil Tuhan dengan manifestasi nama-nama dan sifat-Nya sehingga kenyataan adanya Tuhan terlihat padanya.


Di sisi lain, insan kamil dipandang sebagai orang yang mendapat pengetahuan esoterik yang dikenal dengan pengetahuan rahasia, ilmu ladunni atau pengetahuan ghaib. Jika seseorang telah dapat mengosongkan aqal dan qalbunya dari egoisme, keakuan, keangkuhan, dengan keikhlasan total dan kemudian berusaha keras, dengan menyiapkan diri menjadi murid memohon Allah mengajarkan kepadanya kebenaran, dan dengan aktif ia mengikuti aql dan qalbnya merangkaikan berbagai realitas yang hadir dalam berbagai dimensinya, maka Tuhan hadir membukakan pintu kebenaran dan ia masuk ke dalamnya, memasuki kebenaran itu, dan ketika ia keluar, maka *ia menjadi dan menyatu dengan kebenaran yang telah dimasukinya*. Pengetahuan esoterik adalah karunia dari Tuhan, setelah seseorang menempuh penyucian diri.


Insan kamil juga dipandang sebagai wali tertinggi, atau disebut juga qutb. Dalam struktur hierarki spiritual sufi, qutb adalah pemegang pimpinan tertinggi dari para wali. Ia hanya satu orang dalam setiap zaman. Dari kajian di atas dapat difahami bahawa insan kamil adalah wadah tajalli Tuhan yang berkedudukan sebagai khalifah dan sebagai wali tertinggi (qutb). Sebagai wadah tajalli Tuhan ia merupakan sebab tercipta dan lestarinya alam, dalam kedudukannya sebagai khalifah ia adalah wakil Tuhan di muka bumi untuk memanifestasikan kemakmuran, keadilan, dan kedamaian, dan dalam kedudukannya sebagai qutb, ia adalah sumber pengetahuan esoterik yang tidak pernah kering.


KESIMPULAN
 
Insan kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata Insan dan Kamil. Secara harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna. Menurut Ibnu ‘Arabi, insan kamil merupakan wadah tajalli Tuhan yang paling sempurna, sementara disisi lain, ia merupakan miniatur dari segenap jagad-raya, karana pada dirinya terlihat segenap realitas individual dari alam semesta, baik alam fisika maupun metafisika. Insan kamil adalah *wadah tajalli Tuhan yang berkedudukan sebagai khalifah dan sebagai wali tertinggi * (qutb). Itulah *JASAD dan NYAWA*.

Ulasan